
GenPI.co Bali - Kekeliruan kebijakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang batasi kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap mengundang respons tak terduga dari seorang profesor di Universitas Udayana (UNUD) Bali baru-baru ini.
Diketahui, pemabangkit listrik sarat akan energi alternatif terbilang mampu memenuhi kebutuhan listrik seluruh wilayah Pulau Seribu Pura.
Kebutuhan listrik di Bali kurang lebih 1 Gigawatt (GW), yang dipasok dari beberapa pembangkit listrik di Pulau Bali dan Pulau Jawa.
Sementara potensi PLTS atap di Bali mencapai 3.200 Megawatt peak (MWp)—10.900 MWp atau sekitar 3,2 Gigawatt—10,9 Gigawatt.
Data itu diperoleh dari kajian IESR, yang merupakan lembaga think tank untuk isu energi dan lingkungan, termasuk di antaranya energi bersih.
“Kalau semua rumah di Bali pakai PLTS atap, maka itu sudah bisa memasok kebutuhan se-Bali,” kata Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, Minggu (05/06/22).
Namun, kebijakan PLN membatasi pemanfaatan PLTS atap sampai 15 persen dari kapasitas terpasang dianggap keliru karena menghambat upaya transisi ke energi bersih.
Guru Besar Teknik Elektro UNUD Prof Ida Ayu Dwi Giriantari mengatakan bahwa kebijakan PLN itu tidak sejalan dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap dan aturan pendahulunya Permen ESDM No. 49 Tahun 2018.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News