Paksa Perasaan Bahagia Ternyata Punya Dampak Buruk, Kok Bisa?

Paksa Perasaan Bahagia Ternyata Punya Dampak Buruk, Kok Bisa? - GenPI.co BALI
Ilustrasi perasaan bahagia. Foto: Antara

GenPI.co Bali - Penelitian dari dokter baru-baru ini mengungkapkan fakta tak terduga bahwasannya ternyata memaksa perasaan orang untuk terus bahagia bisa sebabkan dampak buruk tak terkira.

Sebuah studi menuturkan jika tekanan untuk selalu riang ternyata bisa begitu buruk bagi kesejahteraan seseorang.

Hal ini dimulai dari suatu fakta adanya istilah toxic positivity atau kondisi yang memaksa seseorang untuk terus berpikir positif, terutama selama pandemi Covid-19.

Nah, berangkat dari sana, para ilmuwan dari Universitas Tilburg Belanda mengatakan jika tekanan masyarakat untuk mengejar kebahagiaan ironisnya memiliki dampak buruk bagi kesejahteraan psikologis seseorang.

Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang mendapat skor tinggi pada Indeks Kebahagiaan Dunia (World Happiness Index), dan memiliki standar kebahagiaan yang lebih tinggi.

"Ada hubungan yang kuat antara perasaan perlu bahagia dan sejauh mana orang-orang merasakan perasaan seperti kesedihan, kesuraman, kelelahan atau kecemasan," tulis penelitian tersebut.

Penelitian lintas budaya ini sendiri telah dilakukan lebih dari 7.400 peserta di 40 negara. Menguraikan hubungan antara tekanan masyarakat untuk bahagian dan kesejahteraan psikologis.

Di sisi lain, Kepala Departemen Kesehatan Mental Fortis Memorial Research Institute, Kamna Chibber lantas menerangkan betapa pentingnya menerima keadaan dan menyebut masalah dalam kondisi tertentu ialah normal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya