GenPI.co Bali - Tradisi Desa Adat Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali baru-baru ini membuat media Arab tercengang karena tradisi yang anti kubur mayat.
Pulau Dewata memang selalu dianggap unik oleh sebagian besar pengunjung terutama dari wisatawan asing. Bukan cuma soal pariwisatanya saja, melainkan juga tradisi dan budaya yang tiada duanya.
Sebut saja tradisi Ngaben atau kremasi mayat bagi umat Hindu di beberapa kabupaten/kota. Kegiatan pembakaran ini dimaksudkan untuk mengantarkan jiwa orang yang wafat langsung menuju moksa.
Selain dengan cara pembakaran alias Ngaben, tradisi tak kalah unik atau mungkin satu-satunya di Bali justru bisa dilihat di daerah Trunyan yang meletakan mayat orang meninggal di tempat terbuka dekat Pohon Banyan.
Aksi pembiaran jasad untuk alami pembusukan alami ini pun membuat Media Arab News tak percaya dengan tulisan headline: "Desa Dataran Tinggi Bali Membiarkan Jasad Orang Mati di Atas Tanah."
Tak peduli adanya pandemi Covid-19, tradisi ini seolah-olah tak akan berubah. Bahkan media tersebut juga menyertakan bagaimana penuturan pemandu wisata sekaligus warga asli sana bernama Ketut Mawon.
"Anda bisa lihat langsung wajahnya (mayat)," tutur Mawon disertai menunjukkan mayat yang mengenakan pakaian tradisional adat Pulau Seribu Pura di Pohon Banyan.
Mawon menuturkan, meski waktu telah berlalu dan pandemi datang di seluruh Bali, nilai-nilai pemakaman seperti ini tak akan pernah hilang di desa.
"Pandemi tak mengubah ritual yang terjadi di sini, yang pasti kami tetap menggunakan makser dan menjaga jarak," tutur Mawon lagi.
Terlepas dari tradisi membiarkan mayat tanpa dikubur, media Arab itu juga merasa prihatin dengan pariwisata Bali, khususnya di Trunyan. Pasalnya, selama pandemi Corona, kedatangan turis asing justru minim. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News