GenPI.co Bali - Pakar hukum bernama Refly Harun mendesak adanya upaya penyelidikan oleh KPK terkait adanya potensi korupsi dalam tes PCR sempat jadi polemik pariwisata di Bali baru-baru ini.
Refly menyikapi masalah ini berkenaan dengan munculnya wacana kasus Formula E yang sempat jadi buah bibir rentan adanya penyelewengan dana di ibukota Indonesia, Jakarta.
Akan tetapi, ia juga menyoroti masalah paling utama saat ini ialah adanya permainan uang dalam segala bentuk bisnis terkait tes PCR yang notebene tergolong besar.
"Meski prioritaskan kasus seperti bisnis PCR, ada angka yang jelas serta ada aktor yang juga terlihat jelas," kata pakar hukum tersebut di Jakarta, Minggu (14/11/21).
Sebagaimana dimaksud, regulasi tes PCR sempat buat Bali dilanda dilema kala berminat bangkitkan lagi pariwisata ditengah pandemi Covid-19.
Bagaimana tidak? Menjadi prasyarat wajib untuk penerbangan, harga tesnya sempat mencapai Rp900 ribu. Padahal, jika dibandingkan dengan India tes ini tak sampai Rp100 ribu.
Lantas, gara-gara berbagai desakan muncul dari masyarakat, Presiden Joko Widodo pun kabarnya langsung menetapkan jika tes bersangkutan alami pemangkasan harga yakni Rp275 ribu saja.
Terlihat sangat jelas permainannya, Refly pun ingin agar KPK lebih dulu menyelesaikan perkara ini ketimbang urusi kegiatan potensi korupsi Formula E yang bisa jadi ranah BPK.
"Ini kok terkesan KPK seperti sedang melakukan audit sebuah kegiatan, bukan melakukan investigasi kasus korupsi. Soal audit itu ranahnya BPK, dan setahu saya BPK sudah melakukan audit," ungkapnya lagi.
Pernyataan pakar hukum ini pun seolah menjadi terusan dari kritik masyarakat terutama Bali yang merasa dirugikan imbas tes PCR. Apalagi fakta Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir terlibat dalam ranah produsen bisnis pembuatan alat tes terkait. (Ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News