Imbas 2 RS di Bali Tolak Pasien, Kuasa Hukum Korban Ancam Ini

25 Oktober 2022 09:00

GenPI.co Bali - Penolakan pasien berbuntut meninggal oleh dua Rumah Sakit (RS) ternama di Bali berbuntut pengancaman hukum oleh kuasa hukum korban baru-baru ini.

Kasus penelantaran berbuntut tewasnya seorang pasien ibu-ibu sendiri masih terus diselidiki oleh penyidik Polisi Daerah Pulau Dewata.

Kadek Suastama, suami korban Nengah Sariani, pada 24 September 2022, sekitar pukul 20.30 WITA melaporkan RSUD Wangaya dan RS Manuaba setelah menolak merawat sang istri.

BACA JUGA:  Impian 2 Kitman Anyar Bali United: Ingin Cicipi Juara Asia

Pengacara korban dari LBH Paiketan Krama Bali I Wayan Gede Mardika menilai ada dugaan tindak pidana oleh dua rumah sakit tersebut.

Menurut Mardika, dua rumah sakit tersebut diduga melakukan pelanggaran Pasal 32, Pasal 190 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

BACA JUGA:  Banjir Hujatan Imbas Prank KDRT, Baim Wong Ingin Ini

Dua pasal tersebut juga diduga melanggar Pasal 59 Ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2014 KUHP tentang tenaga kesehatan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

Kuasa hukum lainnya, Dewa Nyoman Wiesdya Danabrata Parsana, mengatakan apabila dalam kasus itu kedua rumah sakit terbukti melanggar Pasal 190 Ayat (2) maka terlapor terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

BACA JUGA:  Thariq Halilintar Akui Jadi Buaya, Ganas Cuma untuk Fuji?

Sebelumnya, Direktur Utama RSUD Wangaya Denpasar dr Anak Agung Made Widiasa menyatakan pihaknya tidak menolak pasien seperti yang dilaporkan oleh pelapor di Polda Bali.

Dokter Widiasa mengatakan apa yang dilakukan oleh tim medis dari RSUD Wangaya sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku di rumah sakit tersebut.

Kasus tersebut diketahui masyarakat luas setelah suami korban yang meninggal, Kadek Suastama Mayong, 46, melaporkan kejadian tersebut ke Polda Bali 4 Oktober 2022, pukul 15.50 WITA.

Kadek Suastama didampingi anaknya Alit Putra menceritakan kronologi kasus dugaan penolakan yang dialami ibunya di kedua rumah sakit itu.

Alit Putra menjelaskan pada 24 September 2022, sekitar pukul 20.30 Wita, ia berboncengan tiga dengan kakak perempuannya menggunakan sepeda motor, membawa sang ibu menuju RSUD Wangaya.

Ibunya waktu itu mengalami gejala muntah dan mengeluarkan darah dari mulut serta hidung.

Sampai di RSUD Wangaya, dokter yang bertugas saat itu tidak melakukan tindakan pertolongan pertama terhadap korban.

Dalam penuturan Alit, dokter berkata ruangan IGD penuh dan tidak ada bed atau tempat tidur tersedia.

Oleh karena itu, pasien disarankan dibawa ke RS Manuaba.

Melihat kondisi sang ibu semakin memburuk, Alit meminta dipinjami ambulans, tetapi tidak dikabulkan.

"Karena tidak dikasih izin pinjam ambulans, saya kembali membonceng ibu yang dipegang kakak saya di belakang menuju RS Manuaba," kata Alit Putra, Sabtu (22/10/22).

Ketika sampai di RS Manuaba, ia meminta dokter jaga melihat kondisi ibunya yang saat itu masih berada di sepeda motor.

Namun, kata dia, dokter hanya memegang pergelangan tangan sang ibu, kemudian meminta Alit membawa ke RSUP Sanglah.

Di RS Manuaba, Alit juga meminta dipinjamkan ambulans, tetapi ditolak karena prosedur mengurusnya rumit.

Alit kemudian membawa ibunya ke RSUP Prof Ngoerah Denpasar dengan sepeda motor.
Setiba di RSUP Sanglah, para petugas medis mengambilkan tempat tidur dan membawa pasien masuk ruang UGD.

Namun, setelah melakukan pemeriksaan detak jantung, dokter menyatakan korban telah meninggal dunia dalam perjalanan.

Suami korban akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Polda Bali.

Terlepas dari pengancaman oleh kuasa hukum, tindakan penelantaran dua RS di Bali hingga berbuntut pasien tewas ini sendiri sempat viral imbas unggahan anggota DPD Arya Wedakarna. (Ant)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: I Made Dwi Kardiasa

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BALI