GenPI.co Bali - Pinjaman online (pinjol) makin ramai di Indonesia, tidak terkecuali Bali hingga kini. Sosiolog dari Universitas Udayana (Unud), Wahyu Budi Nugroho pun ungkap sebabnya.
Mungkin masih banyak yang ingat suatu kasus dialami oleh wanita berusia 20 tahun asal Kabupaten Jembrana. Tergoda pinjaman daring buatnya meminjam Rp500 ribu.
Hanya saja karena bunga yang besar, hutang pinjaman terus membengkak dalam jangka waktu beberapa minggu hingga berbulan-bulan sampai di angka Rp70 juta.
Sampai membuat terjadinya teror yang dialami wanita asal Jembrana tersebut, korban-korban lain seantero Bali juga melaporkan kasus senada terkait pinjol ilegal.
Wahyu pun berkata jika tren pinjol ini bukanlah sebagai budaya melainkan suatu bentuk munculnya euforia sehingga diikuti oleh banyak orang.
"Itu bukan sebagai budaya, tetapi lebih ke euforia massa awalnya. Karena tiba-tiba ada massa peminjaman uang yang terlihat efisien hanya melalui gawai saja," kata Sosiolog Unud, Minggu (24/10).
Banyaknya masyarakat nekat melakukan pinjol tanpa tahu risikonya itu pun buatnya mendesak bank untuk lakukan inovasi peminjaman uang.
Tak lupa ia juga menyadari jika salah satu faktor penyebab banyak kalangan terjebak dengan pinjaman via dunia maya imbas tekanan kebutuhan selama pandemi Covid-19.
"Pandemi yang terjadi di Tanah Air menyebabkan banyak masyarakat berkurang pemasukannya, bahkan kehilangan pemasukan, peluang ini yang dimanfaatkan pengusaha pinjol," tukasnya.
Lebih lanjut berkaca dari masalah yang ada di Bali sebelumnya, Sosiolog Unud ini tak menampik jika pinjol terkadang hanya berikan keuntungan bagi pemilik usahanya saja. (Ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News