GenPI.co Bali - Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Denpasar, Bali memberikan kritik pedas buntut kebijakan pembelian BBM jenis pertalite dengan aplikasi MyPertamina baru-baru ini.
Sebagaimana diketahui, pembelian bahan bakar minyak (BBM) tersebut dan solar diwajibkan untuk menginstal aplikasi khusus per-1 Juli 2022.
Uji coba mulai diterapkan di beberapa kota besar seantero Indonesia sebelum akhirnya ditetapkan secara permanen.
Mulai dari Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam, Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Banjarmasin, Bandung, Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Manado, Yogyakarta, dan Sukabumi.
Kendati penerapannya belum merambah hingga ke Bali, publik di Pulau Dewata sudah merespons negatif atas kebijakan kontroversial ini.
Kritik keras datang dari Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Denpasar, I Putu Suarta.
Kepada JPNN.com, Sabtu (02/07/22), Putu Suarta menyindir kebijakan tersebut terkesan dipaksakan dan berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat.
"Kalau dipaksakan harus membeli pertamax tentu menambah beban pembiayaan masyarakat, terlebih situasi ekonomi belum pulih," tutur Putu Suarta, Sabtu (02/07/22).
Seperti diketahui, regulasi berbasis aplikasi smartphone itu mengharuskan warga untuk membeli BBM jenis pertamax jika tidak mampu menunjukkan aplikasi MyPertamina.
Putu Suarta menuding kebijakan tersebut minim kajian dan sosialisasi, sehingga sangat rentan terhadap munculnya polemik dalam penerapannya.
"Tingkat kajiannya perlu dilakukan lebih cermat lagi, perlu dilakukan sosialisasi yang lebih masif," papar Putu Suarta.
Kritik pedas BPSK Denpasar sendiri cukup mewakili jeritan masyarakat Bali yang menolak keras penerapan pembelian pertalite untuk roda empat keatas dengan menggunakan MyPertamina. (gie/jpnn)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News