GenPI.co Bali - Pakar lingkungan Dr. Ketut Gede Dharma Putra menyebutkan bahwa Bali memerlukan sumber energi bersih di tengah polemik lokasi Terminal LNG baru-baru ini.
Dharma Putra menyebut permasalahan lokasi terminal energi alternatif yang ditolak warga Desa Adat Intaran tersebut sarat perang kepentingan.
Menurut pemerhati lingkungan itu, polemik tersebut membangkitkan kembali kesadaran masyarakat Bali akan pentingnya energi bersih bagi kelistrikan di Bali.
Ia menuturkan saat ini Bali memiliki kapasitas pembangkit listrik lebih dari 1.200 MW, dengan kebutuhan maksimal 980 MW.
"Sebesar 350 MW bersumber dari pembangkit Paiton di Probolinggo, Jawa Timur yang masih menggunakan batubara," kata Dharma Putra, Rabu (29/06/22).
Seiring pertumbuhan ekonomi Bali, imbuhnya, beban listrik Bali akan mencapai 1.185 MW sampai dengan tahun 2023.
Ketua Yayasan Pembangunan Bali Berkelanjutan ini menilai pentingnya penggunaan energi bersih atau gas sebagai bahan bakar pengganti fosil fuel dalam sistem kelistrikan.
Pembakaran batubara atau solar pada pembangkit listrik menimbulkan residu polutan dalam jumlah besar.
"Dari sisi ekonomi penggunaan gas memiliki nilai efisiensi yang signifikan," ujar peraih gelar magister kimia kelautan dari University of Wollongong, New South Wales, Australia ini.
Menurut Dharma Putra, penggunaan energi gas dalam sistem kelistrikan akan memberi stimulan kemandirian energi listrik bagi Bali.
Disinggung soal lokasi proyek Terminal LNG yang diributkan, Dharma Putra menepisnya dengan upaya minimalisasi dampak negatif.
"Bali berpengalaman mengelola kawasan proyek dengan recovery lingkungan lewat pendekatan sosial budaya yang tepat," ulasnya.
Terlebih menurutnya jika proyek itu memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan alam Bali.
Gelombang protes penolakan ini, menurutnya, bagian dari kendala-kendala di lapangan pascamelewati fase perencanaan.
“Di Indonesia persoalan penentuan lokasi proyek sering menimbulkan masalah," jelas doktor Bidang Budaya dan Lingkungan Universitas Udayana ini.
Reaksi masyarakat Desa Adat Intaran, Sanur soal rencana proyek Terminal LNG ini, menurut Dharma Putra, sebagai bentuk hal yang wajar.
"Kekhawatiran masyarakat harus didengar dan diserap oleh para pemangku kebijakan, eksekutif, legislatif, maupun pelaksana pekerjaan," tuturnya.
Menurut dia, seringkali persoalan ini muncul akibat kurangnya komunikasi dan sosialisasi di antara para pihak dengan masyarakat.
“Perlu kajian sosial budaya yang mendalam sebelum sebuah proyek dikerjakan," papar Ketut Gede Dharma Putra.
Terlepas dari fakta adanya polemik, pakar lingkungan Dharma Putra meyakinkan warga Bali bahwa kebutuhan Terminal LNG tak terelakan lagi. Hal ini menyangkut pemenuhan energi di pulau yang berguna dalam hal menunjang kehidupan. (gie/jpnn)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News