Akademisi Sebut Wayang Kulit Calonarang Sarat Nilai Hindu Bali

23 Juni 2022 18:00

GenPI.co Bali - Akademisi yang juga Ketua Yayasan Gases Bali Dr Komang Indra Wirawan tanpa ragu menyebut bahwa pementasan wayang kulit Calonarang sarat memiliki makna tuntutan nilai-nilai agama Hindu Bali baru-baru ini.

Indra menjabarkan bahwa pementasan kesenian tersebut bukan hanya untuk hiburan semata melainkan juga punya fungsi lebih besar salah satunya pengruwatan (penyucian).

"Yang terpenting dalam pertunjukan wayang kulit Calonarang ini kita dapat memahami akan hakikat kehidupan dan sebagai pengruwatan (penyucian) buana alit (diri) dan buana agung (alam semesta)," kata Indra, Kamis (16/06/22).

BACA JUGA:  Pengeroyokan Santri Hidayatullah Denpasar Bali, Langkah Polisi?

Komang Gases saat menjadi narasumber dalam Kriyaloka (Lokakarya) Pesta Kesenian Bali Ke-44 itu menyebut pertunjukan wayang kulit Calonarang merupakan pementasan unik dan masih dianggap sebagai pertunjukan paling angker.

Dianggap paling angker, katanya, karena dalam pertunjukannya banyak mengungkapkan nilai-nilai magis dan rahasia pengiwa (penganut aliran kiri/kejahatan) dan penengen (penganut aliran kanan/kebaikan).

BACA JUGA:  Kecelakaan Mengerikan Bus di Tabanan Bali, 5 Bule Jadi Korban

Oleh karena itu, kata dia, saat ini jumlah dalang yang membawakan wayang kulit Calonarang jumlahnya masih terbatas dan mayoritas berusia di atas 40 tahun.

"Yang membedakan dengan wayang kulit lainnya juga karena ada unsur pengundangan (mengundang leak), diperkuat Pupuh Ginada Basur, penggunaan lelintingan api, dan ditambah dengan watangan hidup," ucap pria itu.

BACA JUGA:  Bali Viral! Curi Sesari Pura Telepud Gianyar, Alasan Siswi SMK?

Pementasan wayang kulit Calonarang berbeda dengan wayang kulit lainnya, karena menyampaikan perspektif dualitas yang berbeda unsur Rwa Bhinneda, tetapi menjadi satu kesatuan yang utuh.

Sang dalang saat melakukan aktivitas pertunjukan menyampaikan pesan simbolik tantra/kekuatan yang identik dengan kawisesan (Bairawa Tantra) atau yang istilah umumnya pengeleakan.

Selain itu, ada Yantra (simbol kawisesan) seperti gedang (pepaya) renteng, sanggah cucuk, dan upakara (banten), serta simbol yang lainnya.

Meskipun pertunjukan wayang kulit Calonarang sarat dengan simbol-simbol magis itu, Komang Gases menekankan seorang dalang harus dapat menyampaikan pesan-pesan agama atau penegakan dharma (kebaikan).

Unsur pengundangan (mengundang leak), hakikatnya untuk mengedukasi masyarakat dalam memahami seni dalam tatanan pengiwa dan penengen.

"Pengiwa adalah salah satu ajaran yang diberikan Dewi Saraswati bagaimana kita memahami Tantra Bhairawa. Sanghyang Aji Saraswati juga mengajarkan kita tentang penengen. Ini merupakan dua hal yang berbeda, namun satu kesatuan," katanya.

Khususnya bagi yang mendalami pengleakan ugig, ucapnya, dapat memahami hakikat ugig tersebut sehingga bisa "ngisep sari" agar tidak menjalankan lagi pengugig sehingga semua ajaran Dewi Saraswati itu adalah baik dan patut.

"Dengan wayang atau bayang menjadi cerminan yang mengedukasi mereka supaya tahu sesana (kewajiban) yang dilakukan," ucap dosen di Universitas PGRI Mahadewa itu.

Dalam kesempatan itu, Komang Gases juga menyoroti wayang kulit Calonarang yang semestinya dibawakan saat upacara Dewa Yadnya, saat Ida Bhatara Napak Pertiwi, karena identik dengan pengeruwatan, namun kini juga dipentaskan dalam ritual lainnya.

"Namun sekarang seringkali sudah hantam kromo, ketika lahir anak laki-laki juga masesangi (bernazar) ingin menampilkan wayang Calonarang, odalan di merajan juga. Saya tidak mengatakan benar atau salah, tetapi keliru menempatkan sesangi," ujarnya.

Selain sarat akan makna memiliki nilai-nilai agama Hindu, akademisi tersebut juga yakin budaya dalam Calonarang punya manfaat apik bagi masyarakat dalam hal mengajarkan dharma (kebaikan). (Ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: I Made Dwi Kardiasa

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BALI