Luar Biasa! Ramadan di Bali: Damai dan Penuh Toleransi

27 April 2022 21:00

GenPI.co Bali - Atmosfer damai dan penuh toleransi sangat terasa di hari suci umat Islam, Ramadan pada tahun 2022 ini di pulau Bali.

Sebagaimana diketahui, sejatinya pulau 'tetangga' dari Jawa tersebut lebih dikenal tak dominan memiliki jumlah umat muslim dan kebanyakan pemeluk agama Hindu.

Kendati ditinggali oleh banyak kalangan berkeyakinan berbeda-beda, bukan berarti Pulau Dewata tersebut tak junjung semangat Bhineka Tunggal Ika.

BACA JUGA:  Media Asing Sorot Bule Bugil Viral di Batur Bali Berujung Karma

Ya, suasana toleransi sekaligus damai terasa saat pemeluk Hindu memberikan sapaan setiap bertemu umat Islam yang tengah menjalankan ibadah puasa.

"Selamat menunaikan ibadah puasa, Pak, semoga lancar, sehat selalu, sampai Lebaran tiba," begitu ucap mereka, Senin (25/04/22).

BACA JUGA:  Untungkan Warga, Pemkab Gianyar Bali Junjung E-Retribusi Sampah

Yang mengharukan, saat menjelang buka puasa yang hampir bersamaan dengan kebiasaan saudara-saudara Hindu di Bali melakukan "mantra puja Trisandhya" dengan pengeras suara pada pagi, siang, dan malam.

Saat menjelang buka puasa itu justru mantra puja Trisandhya menjelang pukul 18.00 WITA, ternyata tidak terdengar lagi.

BACA JUGA:  Gara-gara Kejahatan Ini, Nelayan Jembrana Bali Diringkus Polisi

Adapun, masyakarat berkeyakinan Hindu di Bali menghargai azan Magrib sebagai penanda berbuka puasa.

Tidak hanya sampai di situ, ketika salat Tarawih, di beberapa masjid, musala, tak jarang terlihat pecalang membantu menertibkan parkir, mengatur lalu lintas, dan menjaga keamanan kendaraan.

Secara manusiawi, penghargaan saudara-saudara non-Muslim yang penuh toleransi itu sangat menyentuh hati.

Pengalaman toleransi yang lebih indah dikisahkan Ketua LTN NU Kabupaten Badung, Bali, Wandy Abdullah, saat berinteraksi dengan pemeluk Hindu.

Kebetulan, dirinya bekerja di sebuah instansi yang setiap hari berinteraksi dan bersosial dengan saudara-saudara Hindu.

"Suatu ketika saya diajak acara penyucian diri (melukat), porsi saya ikut itu tidak untuk mengikuti ritualnya, tetapi untuk mendokumentasi dan untuk kekompakan," kata Wandy Abdullah.

Namun, tiba-tiba jam berubah dari rencana di awal lantaran ada perubahan menuju lokasi pukul 18.30 WITA.

Wandy mulai gelisah karena waktu itu (18.30) bersamaan dengan waktu salat Magrib juga, sedangkan perjalanan kurang lebih 1-2 jam ke lokasi.

"Maaf, pak. Saya mohon izin tidak bisa ikut, karena pukul 18.50, saya punya kewajiban salat, sedang rencana berangkat ke lokasi penyucian pukul 18.30. Agar tak mengubah jadwal, saya izin," kata Wandy.

Tanpa diduga-duga, pimpinan melukat yang beragama Hindu lantas mengatakan siap berangkat setelah Wandy Abdullah melaksanakan salat.

Kasus itu bisa jadi salah satu contoh lekatnya makna toleransi dan kedamaian bulan Ramadan yang terjadi di pulau Bali. (Ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: I Made Dwi Kardiasa

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BALI