GenPI.co Bali - Wahyu Budi Nugroho selaku Sosiolog Universitas Udayana (UNUD), Bali mengemukakan jika anak muda generasi milenial berpotensi terjebak dalam budaya Hustle Culture era masa kini. Apa artinya?
Sebagai generasi milenial, generasi muda sejatinya dituntut untuk bisa bekerja lebih efisien, terlebih dengan semangat menggelora demi meraih cita-cita.
Hanya saja, pikiran yang terkesan naif bercampur ambisius nan kompetitif membuat para pekerja muda ini bisa jadi sasaran empuk atasan untuk bekerja keras demi capai target.
"Hustle Culture sebetulnya berkaitan dengan karakter generasi milenial yang percaya diri, kompetitif, dan ambisius. Karakter itu sangat rentan dimanfaatkan oleh atasan untuk mengejar target dan capaian tertentu," kata Budi Nugroho, Senin (13/12/21).
Istilah yang dikenalkan oleh Sosiolog UNUD sendiri ternyata berkaca dari situasi ketika anak muda yang tengah bekerja mendapat tuntutan biaya hidup sehari-hari yang tak terkira.
Akhirnya, misi mengharuskan untuk bekerja lebih giat dan tekun wajib dilakukan untuk mendapatkan bonus atau insentif tambahan.
Dalam hal ini para anak muda dihadapkan situasi pelik dimana mereka harus mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan tak cuma bagi mereka sendiri melainkan juga keluarga dan sanak saudara.
Selanjutnya para pekerja itu harus menunjukkan performa maksimal untuk atasan dengan alasan agar tak alami PHK jika performa nanti menurun.
"Sebaiknya para pekerja muda memahami kembali filosofi kerja delapan jam yang diterapkan sejak awal abad ke-20. Dalam sehari ada 24 jam, artinya delapan jam kerja, delapan jam istirahat, dan delapan jam lain refreshin," kata dia.
Ungkapan Sosiolog UNUD ini pun sejatinya makin membuat anak muda di Bali makin memperhatikan waktu mereka dalam bekerja. Jangan sampai Hustle Culture membuat mereka tertekan dengan beban yang besar. (Ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News