GenPI.co Bali - Kegiatan demo memperingati Kemerdekaan Papua ke-60 oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) ricuh pada Rabu (01/12/21). Yesaya Gobay menggandeng LBH Bali lantas menuntut pembubaran ormas PGN dan pencopotan Kapolda.
Tepat pada 1 Desember lalu, Bumi Cendrawasih sejatinya telah merayakan hari jadi kebebasannya. Hal ini membuat kalangan mahasiswa berniat menyalurkan aspirasinya.
Melaju ke Konjen Amerika Serikat (AS) di Renon, Denpasar dengan misi demo damai, mereka memiliki tuntutan penting adanya demilitarisasi sekaligus menuding jika Indonesia ogah perjuangkan hak warga Papua.
Sayangnya, aksi AMP dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRIWP) dicegat oleh organisasi masyarakat Bali, Patriot Garuda Nusantara (PGN) dan Yayasan KERIS.
Kericuhan pun tak terelakan saat perang lempar batu, adu fisik, dan perkelahian berdarah terjadi hingga polisi serta pecalang harus turun tangan mengakhiri musibah ini.
Gobay selaku Ketua AMP pun menuding jika keributan ini terjadi gara-gara ormas PGN yang memperlakukan mereka semena-mena dan sayangnya segala masalah itu dibiarkan pihak polisi.
"Kami melihat praktik pembungkaman ruang demokrasi, refresifitas, ormas PGN dan pembiaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian sehingga terjadi ricuh," kata Gobay, Kamis (02/12).
Difasilitasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, konferensi pers membuat ketua kalangan mahasiswa Papua itu menuntut adanya keadilan berupa pembubaran ormas hingga pencopotan Kepala Polisi Daerah.
Baginya, semua ini tak akan terjadi jika pihak polisi melaksanakan kewajibannya agar mengamankan aksi demokrasi mereka sebelum kedatangan ormas-ormas terkait.
Pihak AMP juga mengklaim bahwasannya ormas-ormas seperti PGN melakukan tindakan rasis sehingga memicu bentrokan besar saat Dirgahayu Kemerdekaan Papua di Renon, Denpasar, Bali tersebut. (gie/JPNN)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News