Kesehatan: Penyebab Terbanyak Gagal Ginjal dan Penanganannya

26 Oktober 2022 20:00

GenPI.co Bali - Berikut fakta kesehatan terkait penyebab terbanyak orang bisa alami gagal ginjal sekaligus upaya penanganan penyakit tersebut.

Usut punya usut, kasus penyakit ini terbanyak disebabkan oleh penyakit hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol sehingga menimbulkan komplikasi ke ginjal.

Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Aida Lydia mengatakan selain dua penyakit tidak menular itu, gagal ginjal juga disebabkan radang ginjal, penyakit bawaan serta penyakit infeksi.

BACA JUGA:  Buntut Pasien Tewas, Polisi Periksa Orang-orang di RS Wangaya

Sebenarnya, ada sejumlah tanda yang bisa seseorang alami saat ginjalnya mengalami penurunan fungsi atau kerusakan antara lain urine atau keluarnya sel darah merah dari urine, pemeriksaan darah ada peningkatan kreatinin, biopsi ginjal atau pencitraan.

"(Pemeriksaan) fungsi ginjal bisa melalui pemeriksaan LFG atau laju filtrasi glomelurus yang apabila di bawah 60 menandakan sudah ada gangguan ginjal.

BACA JUGA:  Kiper Bali United Masuk eFootball 2023, Sosok Ini Menginspirasi

Apabila hasilnya di bawah angka 15 artinya sudah masuk dalam tahap gagal ginjal atau gangguan sudah sangat lanjut," kata dia.

Pada tahap gagal ginjal, pasien akan membutuhkan terapi pengganti ginjal. Saat ini ada tiga pilihan terapi yakni hemodialisis (HD), continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) serta transplantasi ginjal.

BACA JUGA:  ATLAS Beach Fest Bikin Bupati Jembrana Girang, Ada Apa?

Dari sisi proses, HD dibantu mesin yang pelaksanannya dilakukan 2-3 kali seminggu di rumah sakit, sementara CAPD bisa dilakukan mandiri di rumah atau tempat kerja dan menjadi terapi pilhan pasien dengan gangguan jantung.

Pada terapi HD fungsi ginjal sisa cepat hilang sementara CAPD mempertahankan fungsi ginjal. Kemudian dari sisi mortalitas, CAPD pada 2-3 tahun pertama lebih rendah, sementara HD 2-3 tahun pertama lebih tinggi.

"Ketiga modalitas ini terapi terintegrasi. Pasien yang CAPD suatu saat perlu HD dan sebaliknya atau mendapatkan kesempatan transplantasi. Masing-masing terapi memiliki kelebihan dan kekurangan," kata Aida.

Di Indonesia, pasien yang menjalani hemodialisis paling banyak usia produktif yakni 45-54 tahun diikuti usia 55-64 tahun.

Terapi ini masih terbanyak dilakukan pasien dengan total 99 persen, ketimbang CAPD yang baru 1 persen dari layanan terapi pengganti ginjal. Sementara itu, masih sangat sedikit pasien yang menjalani transplantasi ginjal.

Dokter spesialis ginjal sekaligus gizi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Haerani Rasyid mengatakan, pasien yang mengalami masalah ginjal termasuk gagal ginjal akan mengalami keluhan-keluhan.

Keluhan itu terkait pemenuhan nutrisinya seperti mual, menurunnya nafsu makan seiring penurunan fungsi ginjalnya.

Akibatnya, dia rentan mengalami malnutrisi dan ini akan lebih menurunkan kualitas hidupnya.

"Kami mencoba memberikan intervensi nutrisi sesuai dengan beratnya penurunan fungsi ginjal serta modalitas terapi pada kondisi pasien, apa dia menjalani proses hemodialisis atau tidak," tutur dia.

Intervensi nutrisi yang dilakukan berupa pemberikan gizi sehat bagi pasien dengan komponen makronutirisi seperti karbohdirat, protein dan lemak, serta mikro seperti vitamin dan mineral.

Aida mengingatkan, pasien tetap harus melakukan aktivitas fisik untuk menunjangnya hidup berkualitas.

Aida mengatakan, diperlukan pemberdayaan pasien dan keluarga untuk membantu pasien menjaga kesehatannya termasuk diet yang baik, minum obat teratur dan melakukan aktivitas fisik sesuai kondisi pasien. (Ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: I Made Dwi Kardiasa

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BALI