Cegah Tragedi Kanjuruhan, Psikolog: Jaga Mental Kolektif

03 Oktober 2022 20:00

GenPI.co Bali - Psikolog sosial Dr. Juneman Abraham, S.Psi, M.Si menyebut pentingnya menjaga kesehatan mental kolektif agar tragedi di Kanjuruhan yang tewaskan ratusan orang tak terulang.

Seperti diketahui, dunia saat ini masih menyoroti kejadiaan nahas saat lebih dari 127 orang selaku pendukung Arema FC meninggal dunia pasca kerusuhan kala timnya kalah 2-3 kontra Persebaya Surabaya.

Insiden yang terjadi gegara fans anarkis sekaligus kesalahan penanggulangan oleh pihak polisi imbas tembakkan gas air mata ini pun jadi tragedi sepak bola terbesar kedua di dunia.

BACA JUGA:  12 Kapal Perang TNI AL Jaga Bali saat KTT G20, Sosok Kodal Ops?

Nah, menurut psikolog sosial Dr. Junaeman, penting sekali peran menjaga mental kolektif agar kejadian tragis pada Sabtu (01/10/22) itu terulang kembali.

Menjaga mental kolektif massa tetap positif penting sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai ekspektasi, masyarakat tetap bisa rasional menghadapi kejadian tersebut.

BACA JUGA:  Kemenaker Respons Penipuan 350 Pekerja Migran Bali, Kata PT MAG?

"Ini bukan perkara pendidikan mental individu, melainkan soal kebutuhan akan 'mental model' yang baik, fair, damai dalam suasana kolektif. Massa bisa mengimitasi atau meniru model yang baik jika ada banyak contoh," kata psikolog Juneman.

Adapun kumpulan orang banyak atau bisa disebut juga massa dalam teori bernama "Psikoanalisis Sosial" digambarkan memiliki karakter yang bersifat cair.

BACA JUGA:  KTT G20 Bali Bikin Polisi Korlantas Lakukan Sistem Ini

Bersifat cair dalam artian, meski terdiri dari kumpulan orang yang rasional, selalu ada peluang massa itu bersikap impulsif, reaktif, mudah tersinggung, dan mudah meniru perbuatan pihak lain yang tergabung dalam massa itu.

Kondisi itu juga menggambarkan mental kolektif yang sebenarnya bisa menghasilkan hasil positif apabila gaung dan pesan positif ditonjolkan.

Kondisi ini tidak hanya terbatas pada penonton sepak bola saja, tapi juga kumpulan massa lainnya di berbagai lini kehidupan seperti penonton konser bahkan masyarakat yang mendukung pencalonan tokoh politik.

Untuk itu, jika mengambil konteks pertandingan olahraga, ada baiknya ketika suatu klub mengalami kekalahan pendukung justru sebisa mungkin menyikapi kekalahan tersebut dengan lebih dewasa.

Selain itu penting tidak meluapkan emosinya ke arah negatif seperti berucap kata tak pantas ataupun melempar barang ke klub lawan.

"Maka kita semua perlu mengusahakan untuk mengumpulkan contoh-contoh perilaku massa yang baik (tidak hanya dalam konteks olah raga) dan saling menularkan kisah-kisah tersebut," kata Juneman.

Juneman pun menyebutkan pelajaran lainnya yang bisa dipetik adalah dari segi psikologi lingkungan.

Komunikasi dan respons petugas yang bertanggung jawab untuk ketertiban dan keamanan sebuah massa perlu mengedepankan komunikasi yang humanis sehingga tujuan menjaga sebuah acara berlangsung kondusif bisa tercapai.

"Respons-respons yang mengatasi kekerasan atau kerusuhan dengan jalan yang 'agak instan' perlu selalu dipinggirkan. Aparat perlu membangun resiliensi atau ketabahan fisik, pikiran, maupun emosi ketika menghadapi massa,"katanya.

Adapun ketika hubungan yang harmonis dibangun oleh para petugas keamanan dalam hal ini seperti polisi dan masyarakat maka nantinya komunikasi seperti imbauan ataupun ajakan yang bersifat positif justru akan lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Terakhir, pembelajaran yang didapatkan ialah pentingnya melatih "mental pemenang" pada masyarakat sejak dini.

"Mental Pemenang" yang dimaksud ialah bukan saja bisa menaklukkan lawan namun mental yang bisa menerima kelebihan serta kekurangan lawan maupun diri sendiri.

Dengan demikian, ketika suatu pertandingan atau kegiatan berjalan tidak memenuhi ekspektasi maka baik secara individu maupun massa, masyarakat bisa menyikapi dengan bijak tanpa perlu menciptakan peristiwa yang merugikan banyak orang lain.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi melaporkan hingga Minggu sore (02/10/22) berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Malang, insiden kerusuhan itu menewaskan 131 orang.

Sementara menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di antara para korban sedikitnya ada 17 anak yang meninggal dan tujuh anak mengalami luka-luka. (Ant)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: I Made Dwi Kardiasa

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BALI