GenPI.co Bali - Menurut psikolog klinis bernama Liza Marielly Djaprie, M.Psi, CH, anggapan merokok bisa redakan stres bukan cuma mitos belaka.
Acapkali para perokok di dunia melakukan aktivitasnya 'ngudud' sebagai pelarian dari masalah hidup.
Ya, imbas tekanan kehidupan alias stres terkadang bakal membuat banyak kalangan menghirup produk berbahan dasar tembakau tersebut.
Meskipun pada dasarnya aktivitas ini hanya buat kesehatan makin buruk imbas banyak zat kimia terkandung di dalam rokok, Liza menyebut ada keuntungan dari merokok.
"Apakah rokok meredakan stres itu mitos, sebenarnya tidak juga. Karena sejak kecil kita sudah memiliki program dimana saat tidak nyaman kita mencari kenyamanan melalui aktivitas oral," jelas Liza.
Liza menjelaskan, pada saat seseorang masih bayi maka dia akan menangis ketika sedang merasa tidak aman.
Misalnya saat popok basah, lapar, dan lain sebagainya. Solusi yang saat itu didapatkan adalah dengan memberikan ASI atau dot bayi agar sang anak kembali tenang.
Oleh sebab itu, secara tak langsung seseorang pun memiliki program di otaknya bahwa aktivitas oral dapat meredakan rasa tidak nyaman. Hal tersebut pun juga dapat terbawa hingga sang anak telah tumbuh dewasa.
"Pada saat kita sudah dewasa dan kemudian kita lagi stres, penuh tekanan, itu biasanya kita selalu mencoba mencari kenyamanan. Kenyamanannya ke mana? Biasanya balik lagi kita ke fase oral," kata Liza.
"Jadi ingat pada saat dulu ketika baby, kita nangis, kita nggak nyaman, popok kita basah, atau pup, atau lapar, umumnya kita biasanya dinenenin. Atau kalau sudah sedikit besar dikasih makanan atau camilan," sambungnya.
Sehingga Liza mengatakan bahwa aktivitas oral menjadi fokus mencari kenyamanan. Oleh karena itu, ketika seseorang sudah dewasa, ketika merasa stres maka dia akan mencoba untuk mencari kenyamanan melalui aktivitas oral.
Hal inilah yang membuat masyarakat berasumsi bahwa rokok dapat meredakan stres.
"kecenderungannya itu memang kita mencari pelampiasan rasa stres kita dengan mencari kenyamanan melalui aktivitas oral. Entah itu merokok, oral seks, atau makan ada yang namanya emotional eating. Itu bisa gitu," ujar Liza.
Namun Liza menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah menjadi alasan untuk seseorang mencoba merokok. Sebab, hal terbaik untuk mengatasi sebuah masalah atau rasa stres adalah memikirkan jalan keluar dari persoalan tersebut.
"Tapi apakah harus rokok? Ya nggak juga. Apakah harus oral? Tentu tidak. Sebenarnya kan ketika kita stres, ketika kita dapat masalah, cara terbaik tentu adalah problem solving. Mencari solusi dari masalah tersebut," pungkasnya.
Menurut psikolog tersebut merokok memang tidak sepenuhnya mitos bisa redakan stres. Hanya saja, kebiasaan ini hanya berlangsung sementara karena masalah akan tetap datang apabila tak segera diselesaikan. (Ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News